Akhir tahun 2018 akan segera tiba. Selama 12 bulan gamer telah dihibur oleh berbagai jenis game. Ada yang meninggalkan kesan bagus, ada juga yang membuat kesal, marah, pusing, dan gejala-gejala lainnya.
Sesuai tradisi yang dianut oleh media game, tim Playcubic akan merangkum 10 game paling mengecewakan di tahun 2018. Beberapa judul yang masuk dalam daftar ini adalah game eksperimen, jadi wajar jika kualitasnya tidak seperti harapan. Tapi jika gamenya adalah game AAA yang dibuat oleh developer dan publisher besar, itu tidak bisa diterima.
Apa sajakah game-gamenya? Berikut adalah daftarnya:
Fallout 76
Bencana! Itulah kata singkat untuk menjelaskan Fallout 76. Sejak diluncurkan pada tanggal 14 November 2018, game ini terus didera masalah. Salah satu masalah utama dari game ini adalah banyaknya bug dan glitch. Misalnya Power Armor bug yang membuat karakter pemain seperti gorila atau bom nuklir yang menyebabkan DC massal.
Fans game Fallout juga mengkritik dunia dalam Fallout 76 yang dinilai kosong. Selama ini game Fallout selalu memiliki alur cerita yang menarik. Tidak hanya itu, dunia dalam game tersebut dipenuhi oleh berbagai macam NPC yang bisa diajak berinteraksi dengan karakter pemain. Sayangnya hal-hal tersebut tidak ada di Fallout 76. Inilah yang akhirnya membuat fans merasa diasingkan.
Agony
Game siksa neraka, Agony juga tidak sesuai dengan ekspektasi gamer terutama para backernya. Gameplay yang monoton, lalu adegan penuh darah dan hubungan seksual dalam trailer malah tidak semuanya ada dalam game.
Developer Agony, Madmind sengaja mensensor beberapa adegan dalam game tersebut. Tujuannya adalah agar Agony mendapatkan persetujuan lembaga sensor dan bisa dipasarkan. Padahal Madmind berjanji kepada bara backer jika Agony tidak akan disensor. Janji Madmind untuk membuat versi director cut Agony pun dibatalkan karena masalah finansial.
Metal Gear Survive
Game yang satu ini memang sudah diprediksi gagal saat rilis. Penyebab utamanya tidak lain adalah Hideo Kojima. Karena sudah didepak, Konami sendiri yang mengerjakan Metal Gear Survive. Akibatnya game ini langsung dihakimi oleh para fans saat rilis. Mereka menganggap game ini tidak pantas menyandang nama Metal Gear. Bahkan Hideo Kojima pun mempertanyakan hubungan zombie dengan game Metal Gear.
Terlepas dari Kojima effect, gameplay Metal Gear Survive juga tidak spesial. Game ini menggunakan sistem yang sudah ada dalam game Metal Gear V: Phantom Pain, lalu mengganti tentara dengan zombie.
Overkill’s The Walking Dead
Overkill’s The Walking Dead merupakan contoh game yang termakan oleh hype trailer. Aiden yang menggunakan tongkat baseball untuk menghajar zombie, Grant yang tidak bisa move on dari cucunya yang sudah meninggal, Maya yang sebelumnya adalah seorang perawat, dan Heather yang babak belur. Semua trailernya dikemas dalam cinematic yang apik. Tapi sayang, dari segi gameplay ternyata tidak sesuai ekspektasi.
Koneksi dalam game Overkill’s The Walking Dead tidak stabil dan sering terputus tanpa alasan. Belum lagi tidak adanya fitur voice chat, kesulitan untuk matchmaking, sampai zombie glitch. Kegagalan game ini juga membuat publisher yang menaungi Overkill, Starbreeze, jatuh ke masalah finansial.
The Quiet Man
Game eksperimen milik Square Enix, The Quiet Man ibarat monster yang tercipta karena percobaan gagal. The Quiet Man adalah game unik karena sama seperti sang karakter utama yang tuli, game ini sama sekali tidak bersuara dan memiliki subtitle. Bagaimana gamer bisa mengerti game yang dimainkannya jika tidak ada penjelasan?
Gameplay brawl yang disuguhkan dalam game ini juga terkesan dangkal. Belum sudut pandang kamera bermasalah yang kerap menganggu pemain.
Dynasty Warriors 9
Ketika Koei Tecmo mengumumkan jika Dynasty Warriors 9 adalah game open world, para fans gembira. Sayangnya ketika dirilis, Dynasty Warriors 9 tidak sesuai ekspektasi.
Hal pertama yang dikeluhkan adalah ukuran map yang besar, namun kosong. Bahkan gamer menjuluki game ini sebagai horse simulator karena pemain lebih banyak menghabiskan waktu menunggang kuda daripada bertarung. Ironisnya Koei Tecmo justru menganggap hal tersebut sebagai terobosan baru untuk game Dynasty Warriors.
Masalah voice acting juga tidak luput dari sasaran para fans yang kesal. Ditambah lagi performa dari Dynasty Warriors 9 yang memang bermasalah.
Shadow of the Tomb Raider
Ambisi Square Enix dan Crystal Dynamics untuk memberikan ending yang sempurna di Shadow of the Tomb Raider ternoda. Dari segi grafis, game ini memang luar biasa. Namun dari segi cerita, Shadow of the Tomb Raider mengecewakan.
Gameplay tidak banyak mengalami perubahan dari dua seri sebelumnya. Untungnya platforming di game ini lebih baik dan bisa menutup kelemahan tersebut. Lalu untuk cerita juga ada masalah. Ada kesulitan untuk mengikuti alur cerita karena ada beberapa bagian cerita yang seakan hilang.
Pada bagian awal, Lara dianggap sebagai bad guy karena membuat dunia kiamat berkat keegoisannya. Namun perasaan ini entah kenapa menghilang pada pertengahan sampai akhir permainan. Ending dari Shadow of the Tomb Raider juga bisa dibilang anti-klimaks.
Sea of Thieves
Game eksklusif untuk konsol Xbox ini mengulang apa yang dilakukan oleh No Man’s Sky. Banyak konten yang hilang atau malah belum dibuat saat game ini dirilis. Belum lagi harganya yang tidak sesuai dengan kondisi gamenya.
Tema bajak laut yang diusung Sea of Thieves memang menarik. Tapi misi yang berulang-ulang dan tidak variatif membuat game ini jadi membosankan. Pada awal-awal Sea of Thieves memang menakjubkan pada awal, namun setelah dimainkan lama baru menunjukkan game ini menunjukkan bentuk aslinya.
Untungnya pihak developer mengerti kekurangan Sea of Thieves. Banyak update baru diimplementasi untuk menambal kekurangan game ini, tapi apakah itu akan membantu reputasi Sea of Thieves yang sudah rusak?
Battlefield V
Duel klasik Activision/Call of Duty dengan EA/Battlefield di tahun 2018 akhirnya mendapatkan pemenang. Diluncurkan lebih dulu, Call of Duty: Black Ops 4 sukses menarik gamer battle royale dengan mode Blackout. Lalu bagaimana dengan Battlefield V? Sayangnya game shooter ini seakan belum rampung dan dirilis terburu-buru karena deadline.
Beberapa konten Battlefield V saat hari peluncuran pertama belum dapat diakses. Developer dari Battlefield V, DICE mengimplementasi konten-konten tersebut secara berkala. Sayangnya mode battle royale Firestorm belum tersedia. DICE baru mengimplementasi mode ini pada bulan Maret 2019.
EA juga dikritik karena telah memberi diskon game Battlefield V dua minggu setelah dirilis. Harga diskonnya pun tidak main-main yaitu 50 persen. Kebijakan ini dikritik oleh fans yang membeli pre-order game tersebut.
Artifact
Memang genre game kartu bukanlah untuk semua kalangan. Tapi Artifact melakukan satu hal yang salah, yaitu Pay to Win. Sistem ini sudah menjadi sorotan sejak game tersebut dirilis. Apalagi mengingat Artifact mengambil tema dari game DOTA 2, game yang sudah dikenal dengan sistem Free to Play.
Jika di game kartu lain pemain diberikan kesempatan untuk mendapat kartu baru secara gratis, di Artifact kartu baru diperoleh dengan membayar. Akibatnya muncul ketidakseimbangan antara pemain yang membayar dengan yang tidak. Padahal base game Artifact sendiri tidaklah gratis, tapi harus dibeli.
Belakangan muncul kabar jika jumlah pemain Artifact terus menurun. Penurunan ini terjadi sejak tanggal 29 November, ketika Artifact dirilis pertama kali.
Itulah 10 game paling mengecewakan di tahun 2018 menurut tim Playcubic. Apakah salah satu dari judul di atas termasuk game yang kamu punyai.