spot_img
HomeReviewReview Enotria: The Last Song (PC): Soulslike yang Indah

Review Enotria: The Last Song (PC): Soulslike yang Indah

Naiknya pamor dari game Soulslike membuat developer berlomba-lomba untuk membuatnya. Karena gameplay dari game genre ini biasanya itu-itu saja, setiap developer menyuntikkan elemen baru untuk membuat gamenya menjadi unik.

Enotria: The Last Song bisa dibilang adalah game soulslike dengan rasa Mediterania. Game ini dibuat oleh developer asal Italia, Jyamma Games. Tidak main-main, Jyamma Games menggunakan tradisi dan budaya yang ada di negaranya sebagai latar dan juga desain dari Enotria: The Last Song.

Kebetulan saya mendapatkan kesempatan untuk memainkan versi review Enotria: The Last Song di PC. Berikut adalah pengalaman yang saya dapatkan selama memainkan gamenya:

Cerita Tentang Kehidupan yang Terikat Peran

Karakter pemain di Enotria: The Last Song dikenal dengan nama Maskless. Ia adalah satu-satunya orang di dalam game yang bebas, tidak seperti yang lainnya terikat dalam peran tertentu. Fenomena ini bernama Canovaccio, yaitu sebuah pentas abadi yang membuat semua penduduk mengikuti peran tergantung dengan topeng yang dikenakan.

Sebagai simbol kebebasan, karakter pemain dapat berganti-ganti topeng dari setiap musuh yang dikalahkan. Setiap topeng akan memiliki bonus status, efek positif, maupun negatif yang bisa membantu pemain untuk membentuk karakternya.

Jika sebagian besar game soulslike berlatar di tempat yang gelap seperti gua dan ruang bawah tanah, Enotria: The Last Song justru menghadirkan sesuatu yang berbeda. Pemain akan diajak untuk mengeksplorasi wilayah yang terang karena cahaya matahari. Beberapa tempat bahkan mengingatkan saya dengan nuansa pantai Mediterania.

Tidak semua wilayah diterangi oleh cahaya di Enotria: The Last Song. Ada juga yang menampilkan nuansa gelap seperti kuburan kapal yang terdampar atau mirip kota tua di abad pertengahan. Contohnya kota Quintia yang terasa misterius namun hidup, dipenuhi dengan banyak jalan bercabang yang salah satunya mengarah ke treasure chest.

Enotria: The Last Song juga dilengkapi oleh berbagai macam puzzle. Menurut saya ada beberapa puzzle yang cukup kreatif, baik dari segi penampilannya maupun eksekusinya.

Musuh yang Monoton

Salah satu kekurangan dari Enotria: The Last Song adalah kurang variasi dari musuh, baik itu serangannya maupun jenisnya. Desain musuh juga kadang dijadikan sebagai desain untuk mini-boss. Jadi rasanya seperti menghadapi musuh biasa tapi dengan health point yang lebih tinggi.

Sayangnya hal yang sama juga berlaku bagi boss. Dari pengalaman saya, pertarungan melawan boss di game ini mengecewakan jika dibandingkan dengan game soulslike lain. Mulai dari desain yang kurang menarik, absennya dialog, animasi khusus, atau jenis serangan yang mendadak berubah ketika health point mereka sudah 50 persen.

Mekanik Status Ailments dan Parry

Bagi gamer yang sudah akrab dengan game soulslike, mekanisme di Enotria: The Last Song tidak jauh berbeda. Tipe serangan dasar dibagi menjadi ringan dan berat, di mana keduanya mengkonsumsi stamina.

Untuk bertahan, pemain akan dibekali mekanik parry yang juga merangkap sebagai sistem block. Selain itu karakter pemain juga memiliki skill dodge untuk menghindar dari serangan musuh, dan juga kemampuan untuk melompat. Semua ini merupakan mekanisme dasar yang ada di semua game Soulslike.

Mekanik yang menjado pembeda adalah status ailments (efek status). Efek ini bisa ditimbulkan kepada musuh, atau karakter pemain sendiri. Efek status dibagi menjadi dua yaitu yang membantu dan yang merugikan. Hal yang menarik adalah setiap status akan diberi nama dengan bahasa Italia.

Vis atau dizziness membuat musuh lebih mudah diserang dengan mengurangi pertahanannya. Mallano atau Sick mirip dengan poison yang memberikan kerusakan seiring waktu. Jika pemain terlalu dekat dengan musuh yang terkena Sick, maka karkternya bisa ikut tertular. Lalu ada Wicked atau Fatuo yang meningkatkan serangan elemen. Terakhir adalah Radiant atau Gratia yang membuat pemain bisa mendapatkan regenerasi health point, tapi dapat meledak jika terkena serangan.

Kehadiran efek status ini menciptakan gaya permainan baru yang tidak dimiliki oleh game Soulslike lain. Pemain juga bisa menciptakan strategi META dengan memanfaatkan efek status tersebut.

Senjata Bervariasi Tapi Kurang Memuaskan

Ada sekitar 120 senjata yang tersebar di Enotria: The Last Song. Setiap senjata ini masuk dalam salah satu kategori dari tujuh tipe. Meski memiliki banyak variasi, perbedaan antara setiap jenis senjata tidak selalu signifikan. Sebagian besar juga tidak memiliki moveset yang unik.

Kekurangan lainnya adalah pola serangan yang dimiliki oleh beberapa tipe terasa lambat, tidak bervariasi, dan minim stagger. Ini membuat kalian rentan terhadap serangan balik musuh yang ironisnya justru memiliki efek stun terhadap.

Dari pengalaman saya, strategi terbaik dalam penggunaan tipe senjata di Enotria: The Last Song adalah cukup menggunakan senjata yang memiliki damage besar saja, hiraukan yang lainnya.

Pengembangan Karakter dan Loadout

Pada Enotria: The Last Song, pengembangan karakter dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan level up. selain itu, pemain bisa mengembangkan karakternya dengan memilih mask atau topeng, serta aspect yang memberikan bonus status serta efek tertentu pada karakter.

Game ini juga memiliki fitur Path of Inovator, dimana kalian bisa menemukan empat skill tree yang mewakili serangan fisik, mask line, status effect, dan mobilitas. Kalian bisa membuka dan mendapatkan berbagai kemampuan yang ada di masing-masing skill tree, lalu memasangnya sebagai skill pasif di menu loadout.

Sistem loadout dalam Enotria: The Last Song juga tergolong unik. Pemain bisa memilih satu dari tiga loadout yang telah disiapkan dan dapat langsung menggantinya secara instan dalam permainan.

Enotria: The Last Song Dari Segi Performa

Saya menggunakan PC dengan spesifikasi CPU Ryzen 7 2700X, VGA GeForce RTX 4070 Ti, RAM 32GB dan SSD untuk memainkan Enotria: The Last Song.

Walau menggunakan Unreal Engine 5, Enotria: The Last Song tergolong ringan dan stabil dalam hal performa. Setiap kali saya mendatangi tempat yang memiliki banyak objek, atau terjebak dalam situasi dimana banyak proyektil yang berhamburan, saya tidak pernah mengalami masalah teknis. Game ini juga sudah dilengkapi oleh fitur upscaling seperti AMD Fidelity dan DLSS untuk menstabilkan FPS dan graphic usage PC kalian.

Developer juga telah memberikan update baru untuk Enotira: The Last Song yang menghadirkan banyak sekali perbaikan kualitas. Salah satunya adalah fitur mengganti shortcut button yang sudah ditunggu-tunggu oleh pengguna mouse dan keyboard

Kesimpulan

Enotria: The Last Song menurut saya adalah salah satu game soulslike yang kurang direkomendasikan. Sebabnya adalah unsur gameplay yang seharusnya merupakan inti dari game soulslike justru terasa sangat kurang. Lalu jenis musuh yang monoton, serta sistem balance antar build yang berantakan membuat pengalaman saya dalam memainkan game ini menjadi kurang menyenangkan.

Tapi saya harus mengakui juga bahwa game ini memiliki art style yang betul-betul unik dan justru daya tariknya. Desain tempat yang memukau, serta musik yang cukup unik dan memacu adrenalin ketika menghadapi Boss, merupakan nilai positif yang dimiliki oleh game ini.

REVIEW OVERVIEW

Visual & Grafis
Storyline
Gameplay
Sound (Soundtrack & sound effect)
Replay Value
Aryo
Aryo
Editor Playcubic. Gamer dengan cita-cita punya PC kelas dewa. Disamping PCnya ada PS5 dan Xbox Series X
RELATED ARTICLES

Terpopuler

Naiknya pamor dari game Soulslike membuat developer berlomba-lomba untuk membuatnya. Karena gameplay dari game genre ini biasanya itu-itu saja, setiap developer menyuntikkan elemen baru untuk membuat gamenya menjadi unik. Enotria: The Last Song bisa dibilang adalah game soulslike dengan rasa Mediterania. Game ini dibuat oleh...Review Enotria: The Last Song (PC): Soulslike yang Indah