Mantan developer Telltale Games membuktikan bahwa game dengan genre story telling belum selesai. Melalui studio baru yaitu AdHoc Games, mereka justru comeback melalui Dispatch, game story telling bertema superhero yang dikemas dengan gaya episodic.
Bekerjasama dengan Critical Role, Dispatch bukan hanya sekedar game yang mendopleng kepopuleran superhero. Game ini lebih dari itu, dengan memperlihatkan sisi manusia tidak hanya dari hero, tapi juga villain ketika mereka dihadapkan dengan situasi di kantor.
Inilah pengalaman yang kami dapat selama memainkan delapan episode dari review Dispatch di PC.
Superhero is Back!

Dispatch berlatar di Los Angeles “khayalan”, di mana manusia super, alien, bahkan Demon hidup berdampingan dengan manusia biasa. Namun, tidak semua yang memiliki kekuatan super memilih jalan hidup yang lurus. Banyak juga yang hidup sebagai kriminal, memanfaatkan kekuatannya untuk merugikan yang lain, entah karena memang suka, atau karena keadaan tertentu.
Untuk mengendalikan situasi ini, muncul organisasi bernama SDN (Superhero Dispatch Network). Melalui SDN, manusia biasa bisa mendapatkan perlindungan dari superhero cukup dengan membayar. Dari sini saja kita bisa melihat kekuatan kapitalisme yang bisa membuat superhero menjadi orang suruhan.
Berada di tengah semua itu adalah Robert Robertson III. Ia juga seorang superhero yang uniknya tidak memiliki kekuatan super. Ia mengendarai semacam baju tempur yang membuatnya mendapat julukan Mecha Man. Jika semesta Marvel punya Iron Man, Dispatch punya Robert.
Karena suatu peristiwa, baju tempur Robert rusak dan tidak bisa dipakai. Tanpa baju tersebut, Robert meragukan dirinya bisa kembali beraksi sebaga superhero. Pada saat itulah ia mendadak didatangi oleh Blonde Blazer yang menawarkan pekerjaan sebagai operator di salah satu kantor cabang SDN.
Premis “mantan superhero menjadi staf kantoran” sebetulnya bukan suatu hal baru. Tema ini sudah banyak digunakan, salah satunya di film kartun The Incredibles. Tapi apa yang ditawarkan oleh Dispatch berbeda, karena lebih mengulik sisi manusia dari hero dan villain.
Tidak hanya itu, nuansa komedi dan drama juga menjadi pelengkap yang sempurna untuk menceritakan cerita. Ada momen lucu dimana kami melihat Robert kaget mendengar suara dari Sonar, lalu pada momen selanjutnya kami melihat bagaimana Invisigal yang kelihatannya cuek dan tombol, ternyata memiliki sisi yang lemah.
Selamat Datang di Z-Team

Ketika bekerja di SDN, Robert ditugaskan untuk mengelola sekelompok villain yang sedang menjalani rehabilitasi. Tim yang diberi nama Z-team ini berisi orang-orang yang bermasalah, mulai dari sikapnya hingga ego. Mereka sinis, kadang kekanak-kanakan, dan sering membuat situasi menjadi runyam.
Inilah kekuatan utama Dispatch. Game ini tidak sekadar menjadikan Z-team sebagai bahan lelucon, tapi juga menggambarkan mereka sebagai manusia yang memiliki sifat emosional, dan mengalami konflik jati diri untuk menjadi superhero. Mereka lebih seperti orang yang sedang kehilangan arah, bukan sekedar monster satu dimensi yang tidak memiliki hati dan perasaan.
Ada momen ketika mereka benar-benar menyebalkan, tapi ada juga bagian dimana kami ingin membela mereka tidak peduli separah apa situasinya. Karena pada dasarnya semua orang layak untuk mendapatkan kesempatan kedua, kecuali jika tindakan yang mereka lakukan sudah tidak bisa dimaafkan.

Sebagai supervisor, Robert akan banyak mendapat kesempatan untuk berbicara dengan mereka. Sesuai tradisi game Telltale, pemain akan diberikan pilihan dialog, mulai dari yang menantang, membela, atau justru terkesan acuh. Tentunya akan ada timer yang memaksa pemain untuk membuat keputusan.
Pilihan dialog ini bukan hanya sekedar ilusi. Kadang ada pilihan yang bisa membuka alur cerita baru, mengubah cara pandang pemain terhadap karakter tertentu, bahkan mempengaruhi ending yang akan diterima.
Voice Actor Kelas Atas

Semua drama di dalam Dispatch akan terasa datar tanpa audio yang tepat. Menyadari pentingnya elemen ini, developer menggunakan Voice Actor beralenta untuk menjadi tulang punggung game. Berkat mereka semua karakter menjadi hidup.
Ambil contoh Laura Bailey sebagai Invisigal, yang lihai dalam berpindah antar nada suara, mulai dari manja, menyebalkan, hingga tulus. Gaya bicaranya sering kali menggoda pemain untuk melanggar aturan. Sedangkan lawannya yaitu Erin Yvette sebagai Blonde Blazer memiliki intonasi dan gaya bahasa yang heroik, tapi nerdy. Inilah yang membuat kami sulit berpaling darinya.
Aaron Paul sebagai Robert juga patut diacungi jempol. Ia bukan sekadar nama besar Hollywood yang hanya ditempel agar Dispatch laris. Meski hampir dalam semua episode Robert terkesan seperti orang yang bosan dengan hidupnya, tapi ada momen dimana sifat pahlawannya yang penuh dengan optimisme muncul.

Robert adalah pria yang sedang mencoba berdamai dengan situasi hidupnya. Faktanya adalah ia bukan lagi Mecha Man yang gagah berani, melainkan hanya pria biasa dengan headset di call center.
Review Dispatch: Tidak Cuma Menyimak Cutscene Saja

Secara struktur, gameplay Dispatch akan dibagi menjadi dua bagian. Pada satu sisi, pemain akan menghabiskan banyak waktu di bagian naratif, yaitu mengobrol lewat cutscene, memilih opsi dialog, dan menjalani interaksi dengan para anggota Z-team maupun karakter lain.
Cutscene dalam Dispatch dianimasikan dengan sangat baik dan indah. Rasanya seperti sedang menonton film seri superhero di Netflix. Kalian juga bisa memperlakukan Dispatch seperti film. Caranya adalah jangan membuat pilihan, biarkan game yang melakukannya secara otomatis.

Cara karakter untuk bereaksi terhadap pilihan pemain (Muncul notifikasi “X remembered that”) juga ikut andil memperkuat atmosfer di dalam game. Jika pilihannya membantu maka akan membuat suasana menjadi bersahabat. Tapi jika pilihannya adalah against maka akan menjadi intens bahkan menakutkan.
Pada sisi yang lain, pemain akan bekerja sebagai operator di SDN. Tugas pemain adalah mengirim Z-team ke berbagai misi di kota dengan melihat map, membaca deskripsi dari masalah yang muncul, lalu menugaskan hero yang paling cocok berdasarkan atributnya.
Setiap hero akan memiliki stastik yang condong ke atribut tertentu. Sama seperti di game RPG, akan ada atribut strength, intelligence, agility, dan masih banyak lagi. Pemain hanya tinggal mencocokkan apakah atribut itu sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan dalam misi.

Hal yang menarik adalah setiap misi akan memberikan deskripsi secara verbal untuk atribut yang diperlukan. Pemain akan diajak berpikir untuk menentukan atau setidaknya mengira-ngira apakah deskripsi yang diberikan sudah sesuai dengan hero yang dipilih. Misalnya untuk menyelesaikan misi B, dibutuhkan superhero yang ahli untuk menangkap piring, yang secara tidak langsung adalah agility.
Keputusan ini juga akan berdampak dengan hasil akhir misi. Jika hero yang dipilih bekerja dengan baik, maka experience point cukup untuk membuatnya naik level, dan memberikan pemain kesempatan untuk meningkatkan statistik dari sang hero. Tapi jika misi gagal, mereka bisa terluka dan tidak bisa dipakai sementara waktu.

Beberapa hero juga memiliki skill khusus. Misalnya Prism yang bisa menduplikasi diri jika dikirim ke misi yang membutuhkan lebih dari satu hero. Invisigal yang introvert akan jadi lebih efisien jika menjalankan misi sendirian. Ada juga mekanisme Synergy, dimana jika tim hero yang dipilih sesuai satu sama lain akan memberikan kontribusi yang lebih.
Kombinasi ini membuat kerja pemain sebagai Robert di call center menjadi lebih menarik. Pastinya pemain ingin performa Z-team terus meningkat dengan memaksimalkan mekanik-mekanik tersebut.
Sebagai selingan, ada juga minigame berbentuk hacking. Dalam minigame ini Robert ditantang untuk menggunakan satu-satunya kemampuan terakhir yang dimilikinya yaitu otaknya, untuk mengakses program komputer. Minigame ini divisualisasikan dalam bentuk labirin digital, dimana Robert harus menggelindingkan bola sambil membuka akses yang terkunci, atau menghindari kejaran software anti-virus.
Minigame ini juga diintegrasikan secara sempurna dengan alur cerita. Contohnya ketika Robert harus membantu Invisigal dengan membobol sistem untuk menyalakan sprinkler sebagai pengalih perhatian. Tentunya itu semua dilakukan dengan durasi waktu sambil mendengarkan suara Invisigal yang khawatir.
Dispatch Dari Segi Teknis
Kami memainkan review Dispatch di PC dengan spesifikasi CPU i5-14400F, GPU RTX 3060, RAM 32GB, dan SSD . Untuk game seperti ini, jujur saja spesifikasinya sudah overkill. Saran kami adalah gunakan headset atau headphone ketika memainkan Dispatch untuk merasakan bagaimana hebatnya para voice actor di dalam game.
Kesimpulan Review Dispatch

Kesimpulan kami dari review Dispatch adalah game ini berhasil membuat tren superhero yang mulai menurun kembali naik berkat karakter yang kompleks, pengisi suara jempolan, dan animasi berkelas. Kombinasi antara tema superhero, drama di tempat kerja, dengan bumbu komedi (Banyak dark joke) berhasil membuat Dispatch menjadi salah satu game yang menarik di 2025. Wajib dimainkan oleh gamer yang menyukai genre story telling.
Alih-alih menempatkan pemain di medan pertempuran, game ini justru membuat pemain berada di belakang layar. Tapi justru inilah yang menyadarkan bahwa pahlawan tidak selalu berada di depan. Ada juga pahlawan yang tugasnya menjadi pendukung di belakang agar misi apapun yang dilakukan berhasil dijalankan.
Dispatch sudah tersedia di PS5 dan PC.
