Ketika Capcom pertama kali mengumumkan Dragon’s Dogma II, dunia video game pun heboh. Rasa kangen gamer terhadap franchise tersebut akhirnya bisa juga terpuaskan dengan hadirnya game Dragon’s Dogma baru.
Ketika akhirnya rilis, respon yang diterima justru berbeda dengan yang diharapkan. Gamer terpecah akibat Dragon’s Dogma II. Kebanyakan mengkritik game ini karena masalah microtransaction. Tapi ada juga yang membelanya dengan mengatakan bahwa microtransaction ini tidak berdampak dengan gameplay secara utuh.
Pengalaman dengan microtransaction ini termasuk dalam review yang saya buat untuk Dragon’s Dogma II versi PC. Saya juga menemukan masalah lain yang ternyata lebih penting dibandingkan microtransaction. Apakah masalahnya? Simak reviewnya berikut ini.
Manusia yang Hatinya Dicuri Oleh Naga
Dalam Dragon’s Dogma II, pemain akan berperan sebagai The Arisen. Karakter ini memiliki stereotipe “The Chosen One”, tapi dengan kekurangan hatinya dicuri oleh seekor naga. Nantinya pemain harus mengalahkan naga tersebut untuk menyelamatkan dunia.
Agar lebih menarik, ditambahlah bumbu politik ala Game of Thrones. Dimulai dari latar belakang karakter pemain yang ternyata adalah seorang raja yang ditusuk dari belakang, hilang ingatan, dan dijadikan budak tambang. Pada bagian perkenalan ini juga, kalian akan disodorkan oleh opsi character creation yang sangat bervariasi dan detail.
Benua di Dragon’s Dogma II dibagi menjadi dua yaitu Vermund yang dikuasai oleh manusia dan Bahhtal yang merupakan milik Beastren. Alur cerita di Dragon’s Dogma II baik itu untuk main quest maupun side quest akan saling bertalian dengan tema tersebut.
Sebagai chosen one, kehadiran pemain akan selalu disambut dengan suka cita oleh penduduk ketika mendatangi kota untuk menjalankan main quest maupun side quest. Kebanyakan side quest yang ditawarkan dalam game ini menggunakan format standar, seperti mengambil item tertentu atau mengalahkan musuh yang diminta. Beberapa misi akan menghadirkan variasi seperti batas waktu misalnya.
Mengerjakan side quest bagi kebanyakan gamer mungkin bukanlah suatu prioritas. Tapi di Dragon’s Dogma 2 side quest kadang bisa menawarkan lore atau cerita yang tersembunyi. Kualitasnya bahkan bisa menyamai cerita main quest. Jadi saya sangat menyarankan untuk mencoba side quest yang ada.
Hal terpenting di Dragon’s Dogma II adalah inovasi dari Capcom yang mengintegrasikan cerita kompleks dengan elemen eksplorasi. Ada beberapa quest yang bersifat dadakan dan tidak bisa ditandai di dalam peta, sehingga kalian harus menemukannya sendiri. Untuk petunjuk, kalian bisa mendengarnya dari NPC yang membicarakannya, atau bisa juga informasi datang langsung Pawns yang membicarakan tentang orang-orang yang mungkin membutuhkan bantuan.
Grafis dan Visual Tidak Perlu Dipertanyakan Lagi
Dragon’s Dogma II menyajikan dunia open world yang luar biasa luas. Dunia ini juga ditampilkan dengan kualitas grafis dan visual yang luar biasa. Baik Vermund maupun Bahhtal memiliki bentang alam yang berbeda-beda dengan detail luar biasa.
Vermund banyak berisi wilayah hutan yang dibarengi oleh perbukitan. Kalian juga akan sering bertemu dengan pemukiman manusia yang bisa digunakan sebagai tempat untuk beristirahat. Sebaliknya, Bathhal sesuai dengan penghuninya Beastren, memiliki bentang alam yang keras dan liar. Kalian juga akan sering berjumpa dengan kelompok bandit saat menjelajahi Bathhal.
Pujian juga saya berikan untuk desain karakter. RE Engine yang digunakan untuk membangun Dragon’s Dogma II membuat karakter yang ada di dalam game terasa lebih real, terutama dari ekspresi wajahnya. Ini membuat pemain bisa ikut merasakan emosi yang disampaikan oleh karakter tersebut sehingga membuat game menjadi lebih imersif.
Gameplay yang Perlu Dipelajari dan Dikuasai
Untuk gameplay saya menghabiskan beberapa jam pertama saya dengan belajar dan beradaptasi dengan mekanik yang ada di Dragon’s Dogma II. Berkelahi dengan kelompok serigala bisa berkembang menjadi pertempuran raksasa yang melibatkan monster yang lebih besar. Tanpa disadari, saya menarik perhatian Ogre yang ada disekitar. Lebih parah lagi, Griffin yang seharusnya belum bisa saya lawan di awal permainan juga ikut campur dalam pertarungan.
Akhirnya saya pun mengetahui bagaimana mekanik Snowball di Dragon’s Dogma II. Sebisa mungkin saya harus menyelesaikan pertarungan di radius yang ditentukan supaya tidak menarik perhatian monster yang lain. Untuk memahami ini, pemain harus memiliki pengetahuan tentang peta, bentang alam, dan juga kemampuan dari musuh.
Dragon’s Dogma II juga menuntut pemain untuk melakukan banyak backtrack dan eksplorasi dengan berjalan kaki. Seperti yang sudah diketahui secara umum karena, Ferrystones yang bisa digunakan untuk fast travel bukanlah item yang murah baik untuk mata uang in-game maupun asli.
Oxcart juga bisa digunakan untuk mendatangi lokasi tertentu secara cepat. Tapi transportasi ini tidak tersedia setiap saat alias random. Belum lagi Oxcart juga bukan pilihan yang sepenuhnya aman, karena pemain bisa berhadapan dengan monster yang menghadang perjalanan. Jika pemain gagal mempertahankan Oxcart, maka pemain harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Untuk mekanik combat sendiri, Dragon’s Dogma II sangat dipengaruhi oleh Monster Hunter. Kalian biasa merasakan terutama ketika berhadapan dengan monster yang berukuran besar seperti Griffini. Berhadapan dengan monster ini mengingatkan saya ketika berhadapan dengan Kushal di Monster Honter. Griffin memiliki titik lemah di salah bagian badannya yang jika diserang akan memberikan damage yang besar. Ini tidak mengherankan karena memang sebagian besar dari tim Monster Hunter ikut terlibat dalam pengembangan Dragon’s Dogma II.
Untuk monster lainnya seperti Saurian misalnya, bagian ekornya dapat dipotong. Jika terpotong, bagian ini akan menjadi titik lemah dan juga mengubah pola serangannya. Keuntungan ini bisa dimanfaatkan oleh pemain agar bisa mengalahkannya dengan cepat dan efisien.
Meski combat di Dragon’s Dogma II menarik, ada bagian yang kurang saya sukai. Bagian ini adalah ketika saya menaiki badan monster. Secara sekilas, mekanik ini memang terlihat luar biasa tapi bagi saya yang memainkannya malah kadang mengesalkan. Penyebabnya adalah navigasi ketika memanjat monster bisa berubah-ubah karena mereka akan selalu berusaha menghempaskan pemain.
Ditambah lagi masalah sudut pandang kamera. Jika monster yang dinaiki berjalan ke bagian sudut atau dinding, maka karakter kalian kemungkinan besar bakal tamat. Kamera akan terhalangi dan menjadi lawan kedua. Kalian tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi pada momen tersebut.
Berbicara tentang monster, desain mereka di Dragon’s Dogma II sangat luar biasa. Mulai dari yang kecil seperti Goblin sampai yang berukuran besar seperti naga. Memang lama kelamaan kalian akan merasakan kehadiran monster-monster ini menjadi repetitif.
Seperti tradisi Monster Hunter, monster di Dragon’s Dogma II juga akan memiliki varian. Jenis ini selain memiliki template warna yang berbeda, juga memiliki pola serangan dan atribut yang berbeda. Misalnya jenis Saurian yang hidup di gurun atau Rock Saurian memiliki kulit yang lebih keras seperti batu. Ada juga monster spesial seperti Medusa dan Sphinx.
Diperlukan waktu untuk menguasai gameplay dari Dragon’s Dogma II. Setelah kalian menguasainya barulah kalian akan merasakan gameplay yang smooth. Beberapa mekanik juga terasa seperti hal yang nyata. Misalnya kalian bisa membuat monster terjatuh dengan memukuli kakinya ketika sedang dalam kondisi stagger. Karakter yang terlalu membawa banyak item juga akan berdampak pada regenerasi stamina.
Majikan dan Pawn
Dragon’s Dogma II meski kelihatannya seperti game multiplayer, sebetulnya adalah game singleplayer. Rekan yang akan mendampingi pemain sebagai Arisen dalam game ini adalah NPC yang digerakkan oleh AI bernama Pawn. Sebagai sidekick, Pawn bisa melakukan berbagai macam hal untuk mendukung Arisen. Pawn bisa mengumpulkan sumber daya, memberikan petunjuk penting, atau membantu Arisen saat combat.
Pawn juga dapat dikirim melalui The Rift, semacam pintu dari dimensi tempat asalnya. The Rift juga merupakan tempat untuk mencoba Pawn milik pemain Dragon’s Dogma II yang lain. Inilah yang menurut saya adalah salah satu keunikan dari Dragon’s Dogma II. Pawn yang dipinjam dari The Rift akan dapat belajar dari pengalaman pemain yang meminjamnya. Pawn ini juga akan membawa hadiah yang diberi oleh yang meminjamnya dan nantinya akan dibagi dengan majikannya. Pemain juga bisa memberikan rating Pawn yang dipakai. Semakin tinggi ratingnya, semakin pintar dan berpengalaman pula Pawnnya.
Sayangnya AI untuk Pawn kadang tidak konsisten dan menurut saya cenderung agak bodoh. Pawn milik saya sering tewas akibat hal-hal yang tidak masuk akal. Misalnya menjatuhkan diri dengan sengaja dari tebing, sehingga saya terpaksa harus membuang waktu dengan pergi ke bawah untuk menghidupkan. Belum lagi jika terlalu lama tidak dihidupkan, Pawn bisa mati permanen.
Ada juga momen kocak lain dimana Pawn milik saya mentrigger musuh secara sengaja dan mengajaknya bertarung di jembatan. Hasilnya Pawn saya yang malah jatuh ke jurang.
Memang ada sistem yang bisa digunakan untuk memerintah Pawn. Pemain bisa memerintahkan Pawnnya untuk membantu saat bertarung, menunggu di suatu tempat, dan masih banyak lagi. Masalahnya ketika dalam combat, perintah ini terlalu sederhana dan kurang spesifik. Dalam beberapa situasi, Pawn jugalah yang kadang mentrigger musuh untuk menyerang.
Pilih Gaya Bertarungmu dengan Vocation
Setiap game Dragon’s Dogma memiliki sistem job class atau yang disebut Vocation. Setiap Vocation akan memiliki skill, gaya bertarung, dan senjata yang berbeda-beda. Vocation juga dibagi menjadi tipe, dimulai dari tipe dasar seperti Fighter, Thief, Mage, dan Archer, menjadi yang lebih kompleks seperti Warriors yang menggunakan senjata dua tangan atau Sorceres yang bisa menggunakan sihir tingkat tinggi.
Ada juga Vocation favorit saya yaitu Mystic Spearhand, yang bisa menggabungkan serangan fisik dengan sihir. Dari semua Vocation yang ada, menurut saya tipe ini yang bisa menggunakan “cheat”. Ambil skill Mirour Vesture, upgrade menjadi Mirour Shelde, kalian dan Pawn akan menjadi mesin yang tidak terkalahkan.
Vocation baru lainnya yang hadir di Dragon’s Dogma II adalah Warfarer dan Trickster. Warfare adalah Jack-of-all-trade yang bisa menggunakan semua tipe senjata. Sedangkan Trickster sesuai namanya akan menggunakan ilusi dan tipuan untuk memanipulasi musuh. Trickster juga bisa memperkuat Pawn. Tapi kekurangannya adalah kalian akan sangat bergantung kepada Pawn yang sistem AInya tidak sepintar yang diharapkan.
Intinya kalian bisa menciptakan gaya bermainnya sendiri dengan Vocation. Apakah kalian tipe orang yang suka maju pertama dalam pertempuran atau justru berada di belakang garis pertempuran sebagai support. Pawn juga dapat memilih Vocation, sehingga membuka strategi bermain yang betul-betul baru dan unik yang hanya ada di Dragon’s Dogma II.
Soal Microtransaction, Perlukah?
Kehadiran microtransactions ke dalam game singleplayer seperti Dragon’s Dogma II terus terang adalah sesuatu yang mengecewakan. Apalagi jika melihat harga dari gamenya. Untuk apa publisher dan developer meminta uang lebih banyak lagi?
Berdasarkan pengalaman saya, microtransaction ini bisa diabaikan saja. Tidak ada kewajiban untuk membelinya karena semua item yang dijual bisa didapatkan di dalam game. Memang untuk mendapatkannya agak sulit karena beberapa item cukup langka. Untungnya gameplay dari game ini bisa membuat saya betah untuk grinding demi mendapatkan item yang dicari.
Mungkin alasan kenapa banyak yang tidak setuju dengan kehadiran microtransaction ini adalah karena item yang dijual memiliki peran yang penting. Misalnya Ferrystones untuk fast travel dan Wakestone untuk menghidupkan NPC. Kedua item ini sangat berperan penting pada awal-awal permainan, di fase dimana pemain mencoba mengenal Dragon’s Dogma II. Melihat kedua item ini sulit didapat dalam game, tapi bisa dibeli dengan uang asli pastinya membuat banyak pemain naik darah.
Dragon’s Dogma II Dari Segi Teknis
Saya memainkan Dragon’s Dogma 2 dengan PC yang memakai CPU Ryzen 7 2700X, VGA GeForce RTX 4070 Ti, RAM 32GB dan SSD. Setting grafis yang saya pakai adalah high dengan beberapa special effect terpaksa saya matikan. Tapi percayalah, meski tanpa Ray-Tracing visual game ini sudah memukau. Game ini bisa dibilang cukup demanding untuk spesifikasi.
Dari segi performa, Dragon’s Dogma II memiliki masalah pada frame rate yang tidak stabil. Masalah ini hanya terjadi di beberapa tempat saja dan biasanya saya sering mengalaminya di Vermund. Apalagi ketika masuk ke kota besarnya.
Dragon’s Dogma II sudah didukung oleh fitur upscaling NVIDIA DLSS dan AMD FSR. Meski sudah dibantu dengan fitur ini, tetap tidak menyelesaikan masalah frame rate yang tidak stabil.
Kesimpulan
Dragon’s Dogma II adalah game triple A yang menawarkan segudang konten. Mulai dari dunia yang luar biasa besar dan dihuni beragam jenis monster, AI sebagai sidekick baik dalam combat maupun saat eksplorasi, dan itu semua dibalut dalam grafis dan visual yang luar biasa.
Kehadiran Vocation tipe baru juga menambah warna Dragon’s Dogma II. Meski dari segi gameplay, beberapa Vocation baru hanya sekedar gimmick dan menurut saya kurang asyik saat dipakai.
Untuk microtransaction saya tidak terlalu memperdulikannya. Karena buktinya saya bisa survive di dunia Dragon’s Dogma II tanpa sama sekali menggunakan layanan tersebut.
Kekecewaan utama saya adalah dari segi teknis, yaitu masalah frame rate yang tidak stabil. Akibat masalah ini saya jadi tidak bisa menikmati wilayah Vermund yang sepertinya merupakan pusat dari masalah teknis ini. Bayangkan, kalian sudah menghabiskan banyak uang untuk membeli game tapi tidak bisa menikmatinya secara utuh. Kecewakan?